Google

Senin, 24 Maret 2008

Pikun di Usia Lanjut bukan Hal Wajar

AMA ini, sebagian besar masyarakat cenderung menganggap pikun pada orang lanjut usia sebagai suatu kewajaran. Itu keliru sebab dalam dunia medis, pikun merupakan satu hal yang tak wajar dan berhubungan dengan penyakit. Salah satu penyakit yang berkaitan erat dengan kondisi pikun adalah demensia alzheimer.

''Penurunan kemampuan dan kecepatan mempelajari hal-hal baru memang wajar terjadi pada orang tua. Namun, kepikunan pada usia berapa pun bukan sesuatu yang wajar. Kepikunan biasanya timbul karena adanya gangguan fisik maupun psikis, seperti depresi atau karena demensia alzheimer,'' kata spesialis kesehatan jiwa dari FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, dr Suryo Dharmono, dalam peringatan Hari Alzheimer Sedunia, pekan lalu di Jakarta.

Hari Alzheimer Sedunia diperingati setiap 21 September. Menurut Suryo, demensia alzheimer didefinisikan sebagai suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual secara progresif yang disebabkan merosotnya fungsi kognitif. Akibatnya, fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari seseorang terganggu.

''Pada orang dengan demensia alzheimer, sel-sel otaknya mengalami gangguan dan kerusakan secara progresif. Akibatnya, timbul berbagai gangguan perilaku di luar kebiasaan,'' tambahnya.

Demensia, lanjut Suryo, umumnya dialami orang berusia 60-an tahun ke atas. Hingga saat ini, penyebab demensia alzheimer belum diketahui secara pasti. Diduga, penyebabnya berkaitan dengan faktor genetik, penyakit-penyakit kardiovaskular, zat beracun, sejumlah penyakit infeksi virus, parkinson, dan penyakit-penyakit lain yang menyebabkan rusaknya fungsi sel otak.

Penderita demensia alzheimer, kata dr Suryo lagi, akan kehilangan kemampuan untuk berpikir logis. Akibatnya, timbullah perilaku yang terkesan aneh. Antara lain pikun, lupa dengan diri, keluarga maupun lingkungannya, tersesat meski berada di sekitar rumah, paranoid, cemas dan cemburu berlebihan tanpa alasan, berhalusinasi, serta bertindak di luar kebiasaan, seperti menjadi jorok dan berperilaku tak sopan.

Bisa dihambat

Selain berperilaku 'aneh', penderita demensia biasanya juga mengalami gangguan fisik, seperti nyeri kronik, konstipasi atau susah buang air besar, dispepsia urine atau buang air kecil tak terkontrol.

Sayangnya, masyarakat masih menganggap pikun maupun perilaku aneh pada orang lanjut usia sebagai kewajaran.

Masyarakat cenderung menganggap pikun sebagai bagian dari proses penuaan. Padahal, itu terjadi karena kerusakan sel-sel otak yang progresif dan itu sebenarnya bisa dihambat dengan obat.

''Kerusakan sel otak yang sudah terjadi pada penderita demensia alzheimer memang tidak dapat disembuhkan. Namun, proses kerusakan fungsi otak selanjutnya dapat dihambat dengan obat-obatan dan terapi nonobat sehingga tidak bertambah parah,'' ungkap dr Suryo.

Lebih lanjut, ia mengemukakan makin cepat penderita demensia alzheimer dideteksi dan diobati, hasilnya akan semakin baik. Karena, pengobatan yang dilakukan lebih awal berarti mempersempit kemungkinan rusaknya area otak yang lebih luas.

Sering lupa pada hal-hal sederhana merupakan gejala awal demensia alzheimer. Diagnosis awal terhadap penderita demensia alzheimer dilakukan melalui sebuah tes penyaring (mini mental state examination/MMSE).

Seseorang yang menjalani tes tersebut akan diberi sejumlah pertanyaan sederhana, seperti nama hari/tanggal, nama musim, dan berhitung mundur. Bila hasil tes menunjukkan indikasi demensia alzheimer, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis.

''Orang yang sering lupa pada hal-hal kecil, suka mengulang-ulang suatu cerita seolah baru bercerita untuk pertama kalinya, dan mengalami perubahan perilaku dianjurkan untuk mengikuti tes ini. Demikian juga dengan orang-orang yang punya riwayat keluarga penderita demensia alzheimer,'' tutur dr Suryo.

Pada kesempatan yang sama, pembicara lain, yakni konsultan neurologi RS Islam, Jakarta, dr Samino menjelaskan selain terapi obat-obatan, penderita demensia alzheimer memerlukan dukungan orang-orang sekitar untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman.

''Suasana aman dan nyaman itu diperlukan untuk mencegah keparahan lebih lanjut dan mencegah agresivitas penderita,'' ujar dr Samino.

Lingkungan yang cenderung tetap/stabil sangat diperlukan penderita. Sesuatu yang baru, meski sederhana, bisa dianggap sebagai sesuatu yang asing dan mengancam bagi penderita. Tak jarang, penderita tidak mau makan siang karena corak piring yang dipakai berubah atau tak mau masuk kamar karena susunan interior atau cat kamar berubah.

Dokter Samino menegaskan dalam menghadapi penderita demensia alzheimer, baik keluarga maupun tenaga medis harus menghindari perdebatan dengan penderita atau menyalahkan secara langsung perilaku penderita yang tak wajar. ''Percuma saja berdebat dengan penderita karena logika penderita sudah tidak normal lagi. Selain percuma, perdebatan bisa memancing agresivitas penderita,'' ujar dr Samino. (Nik/S-4)

Tidak ada komentar: